FF – Tangled Fate | Chapter 3 | PG15


tangled_fate

Title : Tangled Fate

Subtitle : I Think I Love You

Author : beedragon

Cast:

Yoonjo Hello Venus as Shin Yoonjo

Sojung Ladies Code as Lee Sojung

Baekhyun EXO as Byun Baekhyun

CNU B1A4 as Shinwoo / Shin Dongwoo

Other Cast:

Chanyeol EXO as Park Chanyeol

Genre : Family, Romance, Angst, Sad, Tragedy, Friendship

Length : Multichapter

Summary : Ketika waktu Yoonjo semakin menipis, Yoonjo berjuang melawan waktu untuk bisa menemukan belahan jiwanya. Akankah Yoonjo berhasil mengalahkan waktu, atau waktu yang mengalahkannya terlebih dahulu

Disclaimer : This is only fiction. This is only Bee imagination. All of the character aren’t mine. I Do Own This Fiction so Do Not Copy Paste Without My Permission and Don’t Be Silent Reader

Backsound Song : Soyou X Junggi Go – Some (썸) | Taylor Swift – You Belong With Me | SM The Ballads – 좋았던 건, 아팠던 건 (When I Was… When U Were…)

Tangled Fate | Third Chapter

~*~

“Yoonjo-ya, kurasa aku menyukaimu,”

~*~

Matahari siang ini terasa begitu menyengat. Karena matahari yang terlalu ceria ini membuat Yoonjo harus melindungi kepalanya dari serangan matahari langsung. Hari ini Yoonjo memakai fedora yang cukup lebar. Yoonjo sebenarnya tidak terlalu peduli dengan penampilannya, tapi karena Baekhyun yang menyuruhnya untuk memakai fedora miliknya –agar Yoonjo tidak hypothermia lagi –mau tak mau Yoonjo pun memakainya. Setidaknya fedora Baekhyun itu memiliki manfaat lain selain menghalau sinar matahari, yaitu untuk menyembunyikan wajah Yoonjo dari sorotan tajam para mahasiswi yang dilewatinya.

“Aku tidak tahu apakah aku harus berterima kasih padamu atau malah merasa kesal padamu, Baek,” ujar Yoonjo pada Baekhyun yang berjalan di sampingnya.

Wae?”

“Topi ini benar-benar menarik perhatian,” desis Yoonjo.

Baekhyun tertawa mendengar ucapan Yoonjo. “Tapi itu terlihat keren untukmu, Yoong. Pantas saja aku tak cocok memakainya. Sepertinya itu memang untuk perempuan.”

“Lagipula kenapa kamu beli topi aneh seperti ini?!” protes Yoonjo yang malah membuat Baekhyun makin terbahak.

Karena menutupi sebagian wajahnya dengan fedora Baekhyun, Yoonjo pun tak melihat kalau Soojung sudah berjalan menghampirinya.

“Yoonjo-ssi, annyeong!” tegur Sojung.

Sedikit terlonjak kaget, Yoonjo pun mengangkat kepalanya. Ia kini heran karena seorang Lee Sojung sudah berdiri di hadapannya, menegurnya dan tersenyum padanya. Yoonjo hanya memandangi Sojung bingung seraya menjawab salam Sojung dengan kakunya.

“Ahaha, aku mau minta bantuanmu,” ujar Sojung –geli melihat tingkah Yoonjo.

Yoonjo menunjuk dirinya sendiri dengan bingung. “Aku? Bantuan apa?”

“Tugas peribahasa,” sahut Sojung sambil menggamit lengan Yoonjo. “Aku pinjam Yoonjonya ya, Baekhyun-ssi.”

Sojung tersenyum melihat tingkah Yoonjo yang tampak kebingungan dengan situasi ini. Ia kemudian menyeret Yoonjo menuju kantin meninggalkan Baekhyun di pelataran kampus.

Di kantin, tanpa basa-basi Yoonjo langsung membuka buku bahasa yang ia bawa. Ia juga langsung bertanya pada Sojung mengenai peribahasa apa yang Sojung tidak mengerti. Dalam hati Yoonjo merasa seolah ia mendapatkan sebuah kehormatan besar bisa membantu seorang Lee Sojung yang terkenal ini. Melihat cara Sojung berbicara dengannya, membuat Yoonjo bisa menebak kalau Sojung adalah gadis yang baik.

“Sebelum ke tugas peribahasa, aku mau tanya sesuatu padamu, Yoonjo-ssi,” ujar Sojung.

Yoonjo melepaskan pandangannya dari buku di hadapannya untuk memandangi Sojung. Ia pikir Sojung akan bertanya mengenai pelajaran, tapi ternyata tidak.

“Kamu terlihat dekat sekali dengan Byun Baekhyun. Ada hubungan apa antara kamu dengan Baekhyun?”

Yoonjo lupa kalau Sojung dan Baekhyun cukup dekat belakangan ini. Sangat wajar jika Sojung mendekatinya untuk bertanya seperti ini. Hampir semua perempuan yang dekat dengan –atau hendak mendekati– Baekhyun pasti akan mendatangi Yoonjo untuk bertanya seperti ini. Hal pertama yang akan Yoonjo lakukan sebelum menjawabnya adalah mengosongkan hati dan pikirannya, lalu tersenyu tulus pada lawan bicaranya.

“Aku sudah sering ditanya seperti ini dan jawabanku selalu sama, kami hanya tetangga, itu saja. Karena kami tumbuh besar bersama, jadi Baekhyun sudah seperti kembaranku sendiri,” ujar Yoonjo.

Sojung kini menumpukan kedua tangannya di atas meja. Ia tersenyum pada Yoonjo. Dan untuk pertama kalinya Yoonjo melihat betapa senyum Sojung sangat mengerikan.

“Tetangga? Jadi maksudmu kalian tak lebih dari sekedar tetangga?” tanya Sojung. “Aku sungguh tidak percaya dengan yang namanya hubungan persahabatan antara lelaki dan perempuan. Bagaimana bisa lelaki dan perempuan bertahan untuk terus bersahabat tanpa ada secuil rasa di antara mereka.”

“Sojung-ssi,” sela Yoonjo.

“Apa kamu menyukai Baekhyun?” potong Sojung.

Sungguh Yoonjo tak percaya dengan perubahan karakter Sojung ini. Sojung yang sedang berbicara dengannya ini sungguh berbeda dengan Sojung yang tadi ditemuinya bersama Baekhyun. Yoonjo pikir Sojung adalah perempuan berkelas yang tidak akan memojokkannya hanya untuk mendekati Baekhyun. Tapi ternyata Sojung sama saja dengan mantan-mantan Baekhyun.

“Sojung-ssi, aku tidak–,”

“Kalau bukan kamu, apa mungkin Baekhyun menyukaimu? Karena dia terlalu perhatian padamu. Benar-benar tidak seperti sekedar tetangga,” sela Sojung lagi.

Yoonjo menghela napas panjang mendengar semua rentetan pernyataan Sojung. Ia tak bisa menyalahkan Sojung yang begitu berambisi untuk mendapatkan Baekhyun. Seperti yang sudah Yoonjo ketahui, Baekhyun adalah magnet para wanita, jadi Yoonjo tak bisa menyalahkan Baekhyun atau perempuan-perempuan yang tertarik padanya.

“Sojung-ssi, kamu tak perlu khawatir. Aku tidak menyukai Baekhyun. Sama sekali. Baekhyun juga tidak menyukaiku. Karena kami sudah seperti saudara, jadi rasa yang ada diantara kami hanyalah rasa sepasang saudara. Adalah hal yang tidak mungkin jika aku menyukai saudaraku sendiri, begitupun Baekhyun,” tegas Yoonjo.

Yoonjo kemudian merapikan bukunya –karena sepertinya memang Sojung tidak ingin belajar bersamanya. Tapi ketika Yoonjo berdiri untuk pergi, Sojung sudah menahan buku Yoonjo dan menatapnya tajam.

“Aku menginginkan Baekhyun. Aku harus mendapatkan Baekhyun. Dan aku akan melakukan segala cara untuk bisa mendapatkannya. Kamu mengerti maksudku bukan, Yoonjo-ssi,” ancam Sojung.

Sojung pun tersenyum pada Yoonjo. Jika bisa digambarkan, senyuman Sojung ini bagaikan setangkai mawar merah yang dilumuri madu –cantik, manis tapi penuh dengan ancaman. Dan Yoonjo lupa kalau ia pernah mengagumi perempuan di hadapannya ini.

Dan Sojung pun pergi meninggalkan Yoonjo.

Yoonjo masih belum bergeming dari tempatnya. Ia masih memandangi bangku kosong di hadapannya –seolah Sojung masih duduk disana. Ia tidak terkejut –tidak sama sekali. Yoonjo sudah terlalu sering diperlakukan seperti ini. Memang Sojung tidak mengutarakannya secara langsung, tapi Yoonjo sudah sangat mengerti. Sojung mengancam Yoonjo agar tidak terlalu dekat dengan Baekhyun.

Hal-hal seperti inilah yang membuat Yoonjo mencoba dan berusaha menjauh dari Baekhyun –yang pada kenyataannya sangatlah susah, sebab Baekhyun sudah seperti magnet baginya. Mungkin jika ia pindah rumah, pindah kampus dan menjauh dari Seoul, maka ia tak perlu lagi mendapat perlakuan seperti ini lagi.

.

.

.

“Yoonjo, kelompoknya Sojung berencana membuat acara amal untuk panti asuhan yang ada di sekitar kita. Jadi kita akan ikut acara mereka. Mengamen untuk ikut mengumpulkan dana,” sela Chanyeol. Masih sambil membersihkan gitarnya, Chanyeol melanjutkan informasinya. “Panti asuhannya hanya yang ada di Seoul dan di sekitar Kyeonggi-do. Kita harus ikut, karena acara itu untuk merayakan ulang tahun Donguk. Dan kita akan dapat nilai tambahan semester ini.”

Yoonjo tidak mendengar ucapan Chanyeol. Ia masih memandangi ponselnya –foto dirinya dengan Baekhyun ketika mereka selesai menghadiri upacara kelulusan mereka. Yoonjo tidak tahu kenapa perasaannya terhadap Baekhyun setiap harinya malah semakin dalam. Padahal Baekhyun tidak melakukan hal spesial untuknya –hanya perlakuan seorang kakak terhadap adiknya. Yoonjo selalu menyesalinya, kenapa Baekhyun hanya melihatnya sebagai adik kecil bukan sebagai perempuan. Dan kini Baekhyun terlihat semakin dekat saja dengan Sojung.

Yoonjo ingat akan peringatan Sojung kalau gadis itu ingin memiliki Baekhyun. Dan betapa baik hatinya Yoonjo, ia malah terus menciptakan citra baik mengenai Sojung kepada Baekhyun –seolah ia memang menginginkan mereka untuk bersatu. Tapi Yoonjo bisa apa? Ia bahkan tak berniat untuk mengupgrade hubungannya dengan Baekhyun. Sebab Yoonjo sadar diri, kalau dirinya bukanlah tipe ideal Baekhyun.

Merasa Yoonjo mengacuhkannya, Chanyeol pun berpaling pada Yoonjo. Chanyeol yang melihat Yoonjo seperti ini hanya bisa menggelengkan kepalanya. “Dan kamu masih menyukainya seperti itu?”

Perasaan Yoonjo terhadap Baekhyun sudah bukan lagi rahasia bagi Chanyeol. Entah bagaimana ceritanya, Chanyeol bisa mengetahui mengenai perasaan Yoonjo tersebut. Ia bilang karena dirinya juga pernah berada di posisi yang sama seperti Yoonjo sebelum akhirnya ia berhasil mendapatkan pujaan hatinya, Nara.

Yoonjo menghela napas panjang. “Saranmu sama sekali tidak berhasil. Menjauh darinya sama sekali tidak memberikan pencerahan apapun. Dan kenapa aku mendengarkan ucapanmu?” keluh Yoonjo.

“Tidak berhasil bagaimana? Cara itulah yang berhasil membuat Nara luluh padaku. Kamu mendengarkanku karena kamu melihat aku sudah berhasil dengan Nara,” ujar Chanyeol bangga. “Daripada menjauh, lebih baik kamu terus-terusan muncul di hadapannya. Pasti dia akan terbiasa dan akhirnya mulai menyadari perasaanmu.”

“Aku bertemu dengannya tiap hari, Park Chanyeol. Tapi itu saja tidak bisa membuatnya melihatku sebagai seorang perempuan,” sahut Yoonjo malas. “Aku menjauh malah membuatnya marah-marah padaku.”

Chanyeol menjentikkan jarinya, seolah ia baru mendapatkan sebuah pencerahan. “Yah! Bukankah itu bagus? Dia marah karena dia tidak bisa melihatmu lagi. Yaah, apa kubilang, Baekhyun itu sebenarnya memiliki rasa terhadapmu, hanya saja dia belum menyadarinya. Kamu kan tahu persis betapa bodohnya dia.”

Yoonjo kembali berpikir, apa mungkin Baekhyun menyukainya. Tapi jika Baekhyun memang menyukainya sudah pasti ia tidak akan bergonta-ganti pacar seperti itu. Jika sudah seperti ini, rasanya Yoonjo ingin menyerah saja terhadap Baekhyun. Tapi Yoonjo tak pernah mampu melakukannya.

“Prioritasku sekarang bukanlah membuat Baekhyun menyadari perasaanku terhadapnya,” sahut Yoonjo tiba-tiba. Tentu saja menemukan Yoona adalah prioritas utama. “Kamu bicara apa tadi, Park Chanyeol?”

Chanyeol menghela napas panjang melihat sikap Yoonjo. Setelah mereka berdebat begitu panjang barulah Yoonjo teringat akan berita yang tadi Chanyeol sampaikan. Akhirnya Chanyeol mengulang lagi berita yang sudah panjang lebar ia jelaskan tadi. Dan reaksi Yoonjo sungguh di luar perkiraannya. Yoonjo terlihat berbinar-binar mendengarnya.

“Panti asuhan di sekitar Kyeonggi-do katamu? Kita akan mengunjungi panti-panti asuhan itu?? Apa benar begitu, Park Chanyeol?” cecar Yoonjo.

Ketika Chanyeol menganggukkan kepalanya dengan penuh rasa bingung, Yoonjo langsung melompat kegirangan. Ia langsung memanjatkan doa pada Tuhan, karena ia akhirnya selangkah lebih maju untuk menemukan Yoona. Yoonjo terlalu bahagia, bisa mendengar kabar kalau ia akan mengunjungi panti asuhan itu satu persatu –tanpa mengeluarkan uang– sudah mampu membuat Yoonjo bahagia. Karena akhirnya jalannya dimudahkan.

Hal pertama yang ia ingat adalah Baekhyun. Ia langsung mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Baekhyun. Tentu saja ia ingin membagi kabar gembira ini pada Baekhyun. Begitu teleponnya tersambung dengan Baekhyun, Yoonjo langsung mengabarkan kabar gembira ini dengan semangatnya.

“Baek, kamu tahu kalau Sojung membuat acara amal untuk panti asuhan?”

Ne, arrayo.

“Mereka akan mendonasikannya ke panti di sekitar Kyeonggi-do juga, Baek.”

Ne.

Mendengar nada bicara Baekhyun, Yoonjo sudah bisa menebak kalau Baekhyun berusaha menahan tawanya mendengar antusiasme Yoonjo. Tapi gadis itu tak punya waktu untuk memprotes Baekhyun. Ia terlalu gembira. Yoonjo terlalu bahagia saat ini.

“Itu artinya aku tak perlu bersusah payah mencari-cari mengenai panti asuhan di Kyeonggi-do, Baek. Jalanku untuk bertemu dengan Yoona kini dipermudah oleh Tuhan. Mungkin Ia kasihan melihatku, Baek. Makanya Tuhan mememberikan hadiah ini,” ujar Yoonjo.

Jangan terlalu senang dulu, nona. Kita hanya selangkah lebih maju untuk mencari panti-panti di sekitar Kyeonggi-do. Tapi kita masih harus mencari satu persatu panti itu untuk mencari Yoona.”

“Ne. Aku mengerti. Aku hanya merasa senang,” sahut Yoonjo, berusaha menenangkan rasa bahagia berlebihan yang ada di dirinya. Karena Yoonjo belajar, kalau dirinya tak boleh terlalu berlebihan merasa bahagia. Karena nanti ia pasti akan terjatuh lagi dan sakit lebih dalam lagi. Apalagi kini dadanya mulai terasa sakit. Penyakit yang di deritanya ini memang harus membuatnya menjadi manusia tanpa emosi.

“Syukurlah kalau begitu.. Yoong, aku juga punya berita gembira untukmu. Sojung sudah menerima pernyataan cintaku. Dia kini resmi menjadi pacarku! Hahaha.”

Yoonjo terdiam.

Hening.

Yoonjo tak bisa bersuara. Yoonjo juga tak mendengarkan suara yang lain. Kalimat ‘Sojung sudah menerima pernyataan cintaku’ terus berputar-putar di pikirannya. Yoonjo hanya berdiri kaku memegangi ponselnya –yang pada kenyataannya ia sudah tak bisa mendengar kata-kata Baekhyun lagi.

Kosong.

Yang yoonjo rasakan saat ini adalah kosong. Seolah ada yang menyapu bersih pikirannya sehingga ia tak mampu berpikir apa-apa. Yoonjo tahu saat seperti ini akan datang –lagi. Tapi khusus yang kali ini Yoonjo merasa sangat tidak rela. Dan kini Yoonjo merasa sesak.

Ponselnya pun lepas dari tangannya. Yoonjo merasa terlalu sesak sampai ia benar-benar tak bisa bernapas. Ia memegangi dadanya seraya terus berusaha mengatur napasnya. Ia tak menyadari kalau Chanyeol kini sudah menahan badannya yang terjatuh begitu saja ke lantai. Teriakan panik Chanyepl pun tak di dengarnya. Yang Yoonjo rasakan saat ini adalah hampa.

“Yoonjo, wae geurae (ada apa)?” panik Chanyeol. Ia menahan badan Yoonjo seraya menyuruh teman-temannya mengambilkan air untuk Yoonjo.

“Haa….hha…hh..,” Yoonjo bahkan tak bisa berbicara dengan benar karena kini lidahnya kini kelu.

“Yah! Tas Yoonjo!! Cepat ambil tas Yoonjo!!!” seru Chanyeol. “Yoonjo bertahan sebentar. Kamu kenapa begini, Yoonjo-ya?”

Begitu temannya mengambilkan tas Yoonjo, Chanyeol langsung membongkar tas tersebut. Ia ingat betul pesan Baekhyun, jika Yoonjo mendadak lemas dan sesak napas, segera beri ia obat dalam kemasan botol putih yang selalu Yoonjo bawa di tasnya. Setelah menemukan botol yang dimaksud, Chanyeol langsung mengeluarkan dua butir obatnya dan menyodorkannya ke pada Yoonjo. Beruntungnya, akal sehat Yoonjo masih berjalan sehingga ia mau meminum obatnya. Dan napas Yoonjo perlahan tapi pasti mulai stabil.

Chanyeol masih memeluk Yoonjo. Ia juga membantu Yoonjo untuk menemukan irama detak jantungnya. Chanyeol pernah melihat Baekhyun melakukan hal seperti ini pada Yoonjo; memeluk Yoonjo seraya membantunya berhitung –satu dua– untuk menstabilkan detak jantung Yoonjo. Chanyeol ingat, Baekhyun menyebutnya sebagai zona Baekhyun.

“Yoonjo, tidak ada zona Baekhyun disini, adanya zona Chanyeol. Apa kamu sudah masuk zona Chanyeol?” tanya Chanyeol khawatir.

Yoonjo menghela napas panjang. Kemudian ia melepaskan diri dari Chanyeol dan lalu merapikan rambutnya. Yoonjo menundukkan kepalanya dalam-dalam. Sekarang bukan hanya Chanyeol saja yang tahu kondisinya. Tapi juga teman-teman se-bandnya. Sungguh Yoonjo merasa sangat tak berguna.

“Ohh, aku harus menunjukkan sisi ini padamu,” keluh Yoonjo.

“Tenang saja. Bukan sekali dua kali aku melihatmu seperti ini. Sepertinya belakangan ini semakin parah. Apa kamu mau kuantar ke dokter?” saran Chanyeol.

“Kamu juga tenang saja. Tetanggaku adalah dokter pribadiku. Dan darimana kamu tahu soal zona Baekhyun? Apa makhluk itu cerita padamu?” sahut Yoonjo sambil berusaha berdiri –dengan dibantu Chanyeol.

“Ohh, apa yang sedang kalian lakukan?” tegur seseorang dari arah pintu masuk.

Chanyeol dan Yoonjo menoleh ke arah pintu masuk. Ternyata ada Shinwoo yang baru datang dengan membawa bungkusan-bungkusan besar. Shinwoo menunjuk tangan Chanyeol yang memegangi tangan Yoonjo seraya memandanginya curiga –seolah ia curiga.

“Ohh, Hyungnim! Bukan apa-apa,” panik Chanyeol yang lalu melepas tangan Yoonjo. “Apa yang kamu bawa, Hyung? Kopi??”

Shinwoo tahu Chanyeol berusaha mengalihkan pembicaraan. Dan ia memutuskan untuk tidak menggoda Chanyeol lebih jauh lagi. Apalagi begitu melihat betapa pucatnya wajah Yoonjo saat ini. Shinwoo pun memilih untuk meninggalkan bungkusannya begitu saja dan langsung menghampiri Yoonjo.

“Yoonjo-ya, kamu kenapa pucat seperti ini?” panik Shinwoo. “Apa Chanyeol menyuruhmu untuk terus berlatih tanpa jeda?”

Chanyoel –yang sudah memasukkan satu buah roti ke dalam mulutnya– langsung melancarkan protes sampai semua isi mulutnya bertebaran kemana-mana. Yoonjo dan Shinwoo pun tertawa dibuatnya.

“Aku hanya sedikit lelah,” sahut Yoonjo. “Hyungnim, mau temani aku jalan-jalan sebentar?”

.

.

Udara musim panas malam ini terasa begitu sejuk bagi Yoonjo dan Shinwoo. Keduanya berjalan di taman kota yang tak jauh dari tempat latihan band Chanyeol. Sejak dari tempat latihan sampai mereka tiba di taman kota, Yoonjo sama sekali tak berbicara apapun. Ia hanya berjalan lurus tanpa melihat rintangan-rintangan di depannya. Shinwoo-lah yang menariknya agar ia tak tersandung atau menabrak orang-orang yang melewatinya. Begitu menemukan satu bangku taman yang kosong, Shinwoo memutuskan kalau sudah saatnya mereka untuk beristirahat.

“Kopi?” tegur Shinwoo seraya menyodorkan satu gelas kopi yang ia tenteng sejak dari tempat latihan band tadi.

Yoonjo hanya menggelengkan kepalanya. Ia tak bisa minum kopi. Karena dokter melarangnya untuk minum kopi –katanya caffeine dalam kopi bisa membuat detak jantungnya berpacu lebih cepat dan itu bukanlah hal yang baik bagi Yoonjo.

“Tapi ini adalah white coffee. Yang ini tidak asam dan rendah caffeine,” bujuk Shinwoo. Tapi karena Yoonjo tetap menolaknya, akhirnya Shinwoo mengeluarkan susu kotak dari saku bajunya. “Karena aku tahu kamu akan menolaknya, jadi aku bawakan susu kotak untukmu.”

Yoonjo melihat Shinwoo memasangkan sedotan di susu kotaknya lalu menyodorkannya pada Yoonjo sementara Shinwoo sendiri meminum kopi yang ia bawa. Yoonjo memandangi Shinwoo dengan seksama. Ia pikir, jika ia lebih dulu bertemu dengan Shinwoo, pasti Yoonjo akan dengan mudahnya jatuh cinta pada pemuda itu. Shinwoo baik hati, perhatian, sopan dan dewasa –sangat jauh berbeda dengan Baekhyun. Mengingat nama itu lagi membuat Yoonjo kembali merasa sesak.

“Hyungnim, mianhae. Aku memintamu menemaniku jalan-jalan tapi aku malah mengacuhkanmu dari tadi,” ujar Yoonjo. “Aku baru saja mendapat kabar gembira yang aku sendiri tak tahu apa itu merupakan kabar gembira atau kabar buruk.”

Shinwoo memandangi Yoonjo dengan seksama. Melihat Yoonjo seperti ini sungguh benar-benar membuatnya ingin melindungi gadis itu dan membahagiakannya. “Aku juga sering merasakan hal seperti itu. Dan ketika stres itu datang padaku, biasanya aku akan menyendiri di cafe semalaman.”

Keduanya lalu kembali terdiam –menikmati hembusan angin musim panas malam ini. Sambil menikmati minuman mereka, keduanya berkutat dengan pikiran masing-masing. Ketika keheningan sudah tak tertahankan lagi, Shinwoo pun berinisiatif untuk memecahnya.

“Yoonjo-ya, apa kamu.. apa ada..,” Shinwoo terdiam sejenak –tidak yakin apakah ia bisa melanjutkan pertanyaannya. Tapi begitu melihat mata kucing Yoonjo yang tampak begitu penasaran dengan pertanyaannya, akhirnya Shinwoo membulatkan tekadnya. “Apa ada seseorang yang kamu suka saat ini?”

Yoonjo cukup terkejut dengan pertanyaan Shinwoo ini. Biasanya Shinwoo tidak akan bertanya mengenai hal-hal pribadi seperti ini. Sambil berpikir kalau pertanyaan ini adalah salah satu dari bagian pekerjaannya, akhirnya Yoonjo menjawab ala kadarnya. “Aku tidak tahu apakah aku bisa terus menyukainya atau tidak. Memangnya kenapa, Hyungnim?”

Ekspresi Shinwoo tampak sedikit kecewa, tapi tak terlalu kentara karena ia kini sudah tersenyum lebar pada Yoonjo. “Ohh, cinta bertepuk sebelah tangankah? Seperti apa dia? Seperti apa pria idamanmu itu, Yoonjo-ya?”

Nada suara Shinwoo terdengar seperti suara bahagia yang dibuat-buat –membuat Yoonjo jadi khawatir padanya. “Ada apa Hyungnim bertanya seperti itu?”

Shinwoo tampak salah tingkah. Masih sambil tersenyum ia menjawab, “Aku hanya penasaran, perempuan sepertimu menyukai lelaki yang seperti apa. Karena aku.. aku menyukai.. aku menyukai perempuan sepertimu. Ahh maksudku, perempuan seumuran kamu.”

“Ahh,” gumam Yoonjo. “Kenapa Hyungnim mendadak minder seperti ini. Hyungnim, perempuan manapun pasti akan menyukaimu. Kamu keren, tampan dan dewasa. Semua perempuan apalagi perempuan seumuran aku, pasti akan dengan mudahnya jatuh cinta padamu. Kamu mempunyai pesona yang tak bisa ditolak perempuan manapun juga,” puji Yoonjo.

Shinwoo hanya tersenyum kaku mendengar ucapan Yoonjo. Shinwoo tahu gadis itu hanya menghiburnya. Shinwoo tahu gadis itu hanya berusaha membangkitkan rasa percaya dirinya. Tapi Shinwoo malah merasa seolah ia sudah kalah.

“Semua perempuan kecuali kamu,” gumam Shinwoo pada dirinya sendiri.

.

.

.

Begitu Shinwoo pulang, tidak ada sambutan yang biasanya ibunya lakukan. Ia pikir tak ada siapa-siapa di rumah, karenanya Shinwoo langsung masuk begitu saja ke dalam rumah. Ia nyaris terlonjak begitu melewati ruang makan, karena kedua orang tuanya ternyada ada disana –duduk berdampingan.

“Putraku, kamu sudah pulang?” tegur ibunya.

Shinwoo memandangi ibunya bingung. “Eomma, aku tadi mengucapkan salam sampai tiga kali. Apa Eomma tidak mendengarnya?”

Shinwoo akhirnya menghampiri kedua orang tuanya. Ia mengecup pipi ibunya dan kemudian duduk di hadapan mereka. Meskipun mereka tersenyum pada Shinwoo, tapi ia merasakan ada sesuatu yang aneh dengan orang tuanya. Seolah ada sesuatu yang mereka takutkan. Shinwoo berusaha mencairkan suasana dengan memuji makanan yang tersaji di meja makan. Ketika orang tuanya masih belum bersuara juga, Shinwoo memutuskan untuk bercerita mengenai kegiatannya hari ini.

“Eomma, aku sudah menemukan gadis yang berhasil membuat kuberdebar-debar ketika aku melihatnya. Dia anak yang manis, Eomma pasti menyukainya,” ujar Shinwoo.

Shinwoo mendengar ayahnya menghela napas panjang. Dan Shinwoo merasa kalau sepertinya orang tuanya akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan apa yang mengganjal di hati mereka.

“Dongwoo-ya, ada sesuatu yang ingin kami sampaikan padamu,” ujar ayahnya. “Tapi sebelumnya, Appa harap kamu mengingatnya. Bahwa kamu, Shin Dongwoo, adalah putra kami. Putra dari Shin Jaeseon dan Kim Eunyeong.”

Shinwoo merasa tidak nyaman dengan arah pembicaraan ini. Seolah ia akan mendengar sesuatu yang menyakitkan setelah ini. Mendadak ia merasa takut –entah akan apa. Apalagi kini ibunya mulai menangis sambil terus mengucapkan ‘Dongwoo anakku’ dan ‘putraku yang malang’.

“Bukan maksud kami untuk menutupinya darimu, nak. Tapi sepertinya ini adalah saat yang tepat untuk memberi tahumu mengenai semua kebenaran. Kumohon mengertilah kenapa kami melakukan ini, kenapa kami menyimpannya darimu. Karena kami terlalu menyayangimu. Karena terlalu menyayangimu sehingga membuat kami jadi serakah,” ujar ayahnya.

Melihat ibunya yang terus menangis, akhirnya Shinwoo memilih untuk mendekati ibunya dan memeluk ibunya. Ia tak peduli apa yang akan ayahnya katakan, kebenaran seperti apa yang akan ia ungkapkan. Tapi yang terpenting saat ini adalah menenangkan ibunya yang sangat ia sayangi itu.

“Kamu bukan putra kandung kami, Dongwoo-ya,” sela ibunya yang kini menangis semakin kencang. Ia memeluk Shinwoo erat, seolah takut Shinwoo akan menghilang dari hadapannya jika ia melepas pelukannya.

Shinwoo tak bergeming dalam pelukan ibunya. Ia berusaha mencerna kalimat ibunya. Entah kenapa ia jadi tak bisa menyusun dengan baik maksud dari ucapan ibunya. Bukan anak kandung, apakah itu sesuatu yang harus ditakutkan? Bukan anak kandung, lalu ia anak siapa? Bukan anak kandung, lalu orang tua kandungnya dimana?

Selama ini ia tumbuh dengan mempercayai kalau sepasang suami istri ini adalah orang tuanya. Meskipun semua orang berkata kalau ia tak mirip dengan orang tuanya ini, tapi Shinwoo percaya kalau ia adalah anak mereka. Tapi kini, bukan anak kandung terdengar seperti kutukan yang datang padanya.

Kini Shinwoo tak bisa merasakan apa-apa, selain kekosongan yang mendadak menjalari hatinya.

.

.

.

“Malam itu Eomma keguguran dan dokter memvonis Eomma tak bisa punya anak lagi karena rahim Eomma yang rusak parah sampai harus diangkat. Kami putus asa. Kami kehilangan harapan. Sampai akhirnya ibumu, Kim Hyojin, menghampiri kami yang sedang begitu berduka dan menawarkanmu untuk kami asuh. Ibumu memohon pada kami untuk merawatmu, sebab ia tak ingin kamu hidup merana jika ikut dengannya. Awalnya kami menolak, apalagi menurut para suster, ayahmu sama sekali belum datang untuk melihatmu. Tapi ibumu melarikan diri dari rumah sakit dan meninggalkan pesan kalau kami harus merawatmu. Kami pikir, tak ada salahnya merawatmu karena kami memang begitu menginginkan kehadiran seorang anak.”

“Ibumu berpesan untuk jangan pernah beritahu identitas dirinya padamu. Tapi kami tak mungkin memutus begitu saja hubungan darah antara kalian. Jadi kami mencari tahu keberadaan ibumu. Betapa mengejutkannya, begitu kami bertemu dengannya, ia berkata kalau kamu juga memiliki seorang adik perempuan. Tapi ia juga membuang adikmu itu. dia bilang dia sama sekali tak ada niatan untuk mencari lagi putra-putrinya. Mengetahui kalian hidup berkecukupan saja sudah cukup baginya.”

“Karenanya kami memutuskan untuk memberitahumu mengenai hal ini. Kamu punya adik perempuan di luar sana. Kami tak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan antara kalian. Kami tak ingin kamu masuk dalam lingkaran dosa yang sudah kami perbuat ini. Jadi sebaiknya kamu pergi menemui ibumu dan cari tahu dimana adikmu berada.”

Cerita orang tuanya masih terasa begitu nyata di telinga Shinwoo. Kemanapun ia melangkah kalimat-kalimat orang tuanya terus melintas di pikirannya. Ibumu menyerahkanmu pada kami, kamu punya adik perempuan, ibumu membuang adik perempuanmu. Shinwoo tak tahu kejahatan seperti apa lagi yang mampu ibunya lakukan. Membuang dirinya tanpa pernah mencoba mencari tahu seperti apa dia hidup, membuat Shinwoo tak tahu apakah wanita itu masih pantas disebut ibu.

Seberapa keras Shinwoo berusaha mencerna hal ini, ia tak menemukan jalan keluarnya. Seminggu lebih menyendiri, pergi dari rumah untuk mencari jawaban hatinya tanpa menghasilkan sebuah jawaban.

Sungguh Shinwoo merasa sangat takut saat ini. Takut jika ia menyukai gadis yang salah. Takut jika perempuan yang ia sukai saat ini ternyata adalah adiknya. Itu adalah hal yang paling Shinwoo takutkan.

Shinwoo teringat pada Yoonjo. Begitu mengingat Yoonjo, Shinwoo kembali merasa tenang. Ia pikir mungkin tidak ada salahnya jika ia datang ke cafe hanya sekedar untuk melihat wajah Yoonjo.

Begitu Shinwoo tiba di teras cafe, Shinwoo melihat Yoonjo sedang membersihkan konter. Yoonjo terus mengelap tempat yang sama tanpa melihat kalau tempat itu sudah sangat bersih. Shinwoo tahu kalau pikiran Yoonjo sedang melayang entah kemana –mungkin memikirkan cinta-bertepuk-sebelah-tangannya. Shinwoo pun memutuskan untuk masuk dan terus berjalan masuk ke ruang staff tanpa menoleh ke kiri atau kanan. Yang ia inginkan hanya menyendiri malam ini.

.

.

.

Yoonjo masih belum bergerak dari tempatnya. Ia membersihkan pick-up counter selama sepuluh menit lamanya. Yoonjo sendiri seperti tidak menyadari kalau ia belum berpindah dari tempat yang sama. Ia terus menggerakkan lapnya dengan gerakan memutar tanpa tenaga di konter yang sudah sangat berkilauan akibatnya.

Yoonjo memikirkan Shinwoo yang sudah seminggu lebih tidak datang ke cafe. Kata Jinyoung, Shinwoo sedang berada di luar kota –Jinyoung dapat berita dari orang tua Shinwoo. Tapi Yoonjo merasa sangat khawatir akan Shinwoo. Biasanya Shinwoo pasti menghubungi Yoonjo –sehari minimal sekali ia menelepon Yoonjo. Ketika seminggu lamanya Shinwoo tidak mengabarinya, tentu saja membuat Yoonjo berpikiran yang tidak-tidak. Mungkinkah gadis itu menolak pernyataan cinta Shinwoo, mungkinkah Shinwoo sedang menjernihkan pikirannya sebelum menyatakan perasaannya pada perempuan yang ia suka, mungkinkah… dan banyak mungkin yang lainnya.

Yoonjo berhenti mengelap konter ketika ia mendengar bel pintu masuk berbunyi. Begitu melihat ke arah pintu masuk, ternyata ada Shinwoo baru datang dan langsung masuk begitu saja ke ruang staff. Melihat Shinwoo yang tampak begitu berantakan –tidak seperti biasanya– itu membuat Yoonjo makin khawatir. Ia pun menyusul Shinwoo ke ruang staff.

“Yoonjo-ya,” sela Sunwoo yang baru keluar dari dapur. “Aku sudah membersihkan dapur. Jadi cepat selesaikan pekerjaanmu agar kita bisa cepat pulang. Jangan karena tidak ada Shinwoo, jadi kamu bisa bermalas-malasan begitu.”

Yoonjo lupa kalau ini sudah waktunya cafe untuk tutup. Ia tentu saja tak bisa membiarkan Shinwoo terkunci begitu saja di dalam. Jadi Yoonjo berusaha mencari alasan agar Sunwoo bisa membiarkannya menutup cafe sedikit lebih lama.

“Sunbaenim, masih ada yang harus aku lakukan. Aku mau belajar membuat waffle dan juga creepes. Aku bahkan sudah membeli bahannya. Jadi aku akan tinggal lebih lama untuk belajar. Nanti aku akan membersihkan semuanya. Jadi begitu Sunbae datang besok pagi, cafe ini sudah berkilauan,” ujar Yoonjo.

Sunwoo yampak berpikir keras. Ia akhirnya mengijinkan Yoonjo untuk tinggal lebih lama dan memberikan kunci cafe pada Yoonjo serta tak lupa menyuruh Yoonjo untuk meminta bantuan patroli yang tak jauh dari cafe untuk membantunya menutup cafe. Setelah memberikan aba-aba itu, Sunwoo pun meninggalkan Yoonjo sendirian di cafe.

Setelah Sunwoo pergi, Yoonjo masuk ke dapur dan membuat coklat panas untuk Shinwoo. Yoonjo teringat akan cerita Shinwoo mengenai ia akan menyendiri di cafe kalau stress datang melanda. Yoonjo pikir Shinwoo sedang stress saat ini, karenanya Yoonjo berniat untuk meredakan sedikit rasa itu –seperti apa yang selalu Shinwoo lakukan padanya ketika Yoonjo merasa sedih.

Yoonjo mengetuk pelan pintu ruang staff. Karena tak mendengarkan jawaban dari dalam, akhirnya Yoonjo memutuskan untuk masuk ke dalam. Di dalam ia melihat Shinwoo sedang duduk membelakangi dirinya. Yoonjo pun berjalan perlahan mendekati Shinwoo.

“Hyungnim, aku membuatkanmu coklat hangat. Di minum dulu,” tegur Yoonjo seraya meletakkan cangkirnya di hadapan Shinwoo. “Hyungnim, kamu kemana saja belakangan ini. Aku khawatir sekali.”

Shinwoo tidak merespon ucapan Yoonjo. Ia masih duduk sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam. Yoonjo pikir, Shinwoo benar-benar tak ingin diganggu, karenanya Yoonjo memutuskan untuk berpamitan dengan Shinwoo agar pemuda itu bisa menenangkan dirinya. Tapi belum sempat Yoonjo melangkah meninggalkan Shinwoo, pemuda itu sudah berbalik dan memeluk pinggang Yoonjo. Shinwoo membenamkan wajahnya di badan Yoonjo. Gadis itu bahkan belum sempat merasa terkejut dengan kelakuan Shinwoo ini, karena Yoonjo merasa kalau bajunya basah saat ini.

Shinwoo menangis di pelukannya.

Yoonjo tak bisa bereaksi apapun. Tak ada kalimat menenangkan yang bisa keluar dari mulutnya. Ia tak tahu bagaimana caranya untuk mengurangi kesedihan Shinwoo saat ini. Yang bisa Yoonjo lakukan hanyalah membalas pelukan Shinwoo seraya mengusap-usap punggung pemuda itu.

.

.

“Ohh, Sunbaenim. Kamu sudah pulang?”

Ketika dalam perjalanan menjemput Yoonjo, Baekhyun bertemu dengan Sunwoo, rekan kerja Yoonjo. Melihat Sunwoo sudah pulang, Baekhyun jadi berpikir apakah ia terlambat menjemput Yoonjo. Apalagi Sunwoo terlihat sendirian dan tidak bersama dengan Yoonjo.

“Menjemput Yoonjo?” tanya Sunwoo. “Dia masih di cafe, katanya mau belajar. Aku mengijinkanmu untuk masuk kesana, tapi jangan pernah berpikir untuk berbuat mesum dengan Yoonjo disana. Ada cctv tersebar di sudut cafe.”

“Eiiy, memangnya aku ini apa,” elak Baekhyun. Ia sudah paham dengan sikap rekan kerja Yoonjo yang senang menggodanya seperti ini. Jadi Baekhyun tak terlalu ambil pusing dengan gurauan mereka.

Setelah berpamitan dengan Sunwoo, Baekhyun pun bergegas menjemput Yoonjo di cafe. Ia melihat beberapa lampu taman di Holy Cafe sudah padam. Baekhyun jadi sedikit khawatir, sebab ia tahu kalau Yoonjo tidak suka dengan tempat gelap. Ia pasti akan memilih untuk berdiam diri di tempatnya dibandingkan harus melewati tempat gelap.

“Aigoo, Shin Yoonjo. Akan jadi apa kamu kalau tak ada aku yang menjemputmu?” ujar Baekhyun geli.

Ia lalu masuk ke dalam cafe. Mengintip ke balik meja kasir, tapi tak menemukan Yoonjo disana. Baekhyun pun langsung masuk begitu saja ke dapur dan kembali ia tak menemukan Yoonjo disana. Baekhyun memutuskan untuk berkeliling cafe untuk mencari Yoonjo. Ia tak mau menelepon Yoonjo sebab ia ingin memberi Yoonjo kejutan.

Setelah berkeliling cafe dan tak menemukan siapapun juga disana, akhirnya Baekhyun tiba pada satu tempat yang belum ia kunjungi –ruang staff. Baekhyun memutuskan untuk mengintip ke dalam ruangan tersebut. Betapa kagetnya ia begitu melihat kalau Yoonjo ternyata ada di dalam ruangan yang cukup remang-remang seperti itu. Dan Yoonjo tidak sendirian disana. Baekhyun berusaha menajamkan indera penglihatannya. Begitu mengetahui identitas orang yang sedang bersama Yoonjo serta apa yang sedang mereka lakukan di dalam sana membuat Baekhyun mendadak kaku.

Yoonjo sedang berpelukan dengan Shinwoo. Dan Baekhyun sama sekali tidak suka dengan pemandangan itu.

.

.

.

 

*Chapter 3 end*

FF – Tangled Fate | Chapter 3 | PG15

19 thoughts on “FF – Tangled Fate | Chapter 3 | PG15

  1. aick says:

    Waah, bener2 tangled bgt eon..
    Jdi shinwoo kakaknya yoonjo, sojung kembarannya. Trus skrg shinwoo cinta sama yoonjo.ckckckck
    Rumit banget ya kayaknya hidup mereka. Yg bikin heran itu ibunya kok bisa sampe buang 2 anaknya .-.

    Aku tunggu lanjutannya eon ><

    1. rumit yaa? aku yg bikinnya aja rumit bgt.. gimana bisa cerita model begini trrlintas gitu aja di otak..
      ibunya buang2 anak.. #lol
      ada alasan dibalik semua tindakan kok.. tapi masih jauh di depan.. harap menanti yang sabar yaa..
      makasii udah mampir 😀

      1. aick says:

        Rumit bingit eon. Ikutan pusing, klo aku ikut mikir hahahaha
        Iya pasti ada alasan, meskipun kdg susah diterima..
        Cepet2 update eon, keburu penasaran baca tiap chapternya ><

  2. hazunajohkim says:

    Author-niiim~ lg lg kau membuatku menangis u/ menunggu sebuat chapter auuuh . Kukira kau akan melanjutkannya setelah sebulan, ya sudah aku hanya bs menunggu dg dengan deg deg *ini author demen amat bikin deg2an* oh ya, ini shinwoo bakal berakhir menyukai yoonjo? Dia tau ga ya? Oh god perasaanku ga enak nih, sptnya kau akan membuat sad ending kali ini tdk spt ahreum yg lalu . Dan lg aku senang membaca ffmu krn kau menggabungkan semua karakter idol dr macam2 agensi, jujur aku gatau siapa yoonjo dan sojung2 ini tp aku hanya bs membayangkan lwt poster yg kau posting saja wahahaha oke #keepwritinghwaiting

    1. neee!! *nyahut* omo omo omo, kenapa nangis? fairytale yaa?? hahaha.. tauk tuhh lagi pada berantem semua castnya #lol
      aku seneng bikin ff dg pairing yang ngaco bin ajaib serta dengan idol yang namanya jarang beredar di ff2 lainnya.. makasii udah ngikutin ff ini 😀

  3. ahhh keren, part demi part selalu bikin aku deg degan bacanya.. dan part kali ini jengjeng~
    bener bener bikin aku tersentuh.. apalagi pas bgian orang tua cnu bilang dia bukan anak kandung, nyes bener bener sukses bikin aku mau nangis..
    dan, si bebek.. apa dia cemburu? kayaknya dia bakal ngerasain sakit hati yg dialami yoonjo :’v
    aku suka pas part cnu yoonjo, tp gatau juga kalo endingnya ternyata mereka kakak adik..
    konflik yg bener” rumit..
    next part udah bikin aku penasaran.. ayo thor next part aku udah nggak sabar. hehe

  4. ? says:

    Aku baru nemuin ff ini jd langsung komen di part 3nya gpp kan? Ih ffnya bagus bener, karakter Sojungnya juga kena banget. Kapan di lanjutin? Penasaran nih. t.t

  5. maknae98 says:

    aigooo.. baek, kmu tu suka gak sih sma yoonjo? bingung bgt sma baek, ia gak ska sma yoonjo, tpi perhatiannya gak ketulungan..
    sojung jahat bgt ya..

    lanjutannya jgn lma2 eonni….

  6. Aaaah ngegantung bikin greget >< bekyun cepatlah sadar #hebohsendiri
    Sumpah bikin greget sama jalan ceritanya :3 chapter selanjutnya cepat di publish ya author bee /\

Leave a reply to yongbee Cancel reply